Sejarah Rukun Rencang
Sejarah menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupan
kita selanjutnya. Apapun itu bentuknya. Sejarah yang berubah pun akan
mempengaruhi kultur dan pola pikir manusia.
Sejarah menjadi cermin bagi kita. Belajar dari
pengalaman. Belajar dari cerita-cerita yang terdahulu agar kita tidak
mengulangi kesalahan yang pernah terjadi. Atau bahkan sebuah cermin untuk
mengkaca, apakah kita telah melakukan perubahan menuju perbaikan dalam jenjang
waktu tertentu, ataukah kita tidak melakukannya sama sekali atau malah
mengalami penurunan.
Paguyuban Seni Rukun Rencang memiliki pengalaman
sejarah yang cukup dinamis dan berliku meskipun masih berusia muda.
Cikal Bakal
Group nasyid Rukun Rencang berdiri pada tanggal 6
Februari 2000 di basecamp Gandok, Tambakan, Jl. Kaliurang km 9.2, Sleman
Yogyakarta.
Cikal bakal berdirinya Rukun Rencang sebenarnya sudah
ada sejak bulan Agustus tahun 1999, tepatnya sebelum kegiatan Pekan Ta’aruf
(nama kegiatan seperti halnya ospek kampus), Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Islam Indonesia (FTI UII) tahun 1999.
Rukun Rencang berdiri hanya dengan bermodalkan
keinginan, kemauan, keikhlasan dan alat seadanya. Beberapa orang mencoba untuk
menentramkan dan menyejukkan hati ini dengan bershalawat. Orang-orang yang
notabene menjadi aktivis di kampus FTI UII ini merasa berubah suasana hatinya
setelah melantunkan shawalat.
Alat-alat yang digunakan sebagai media bershalawat
pada saat itu pun menggunakan alat-alat seadanya, seperti ember, tembok dan
alat-alat lain yang bisa menimbulkan bunyi. Saat itu pun tidak ada perhatian
dari lingkungan kampus dan bahkan dianggap ‘kurang kerjaan’.
Dengan kemauan tersebut maka cikal bakal dari Rukun
Rencang tersebut memberanikan diri untuk mengajak bershalawat secara terbuka
pada mahasiswa baru FTI UII secara khusus dan masyarakat kampus secara umum,
pada acara Pekan Ta’aruf, FTI UII bulan September tahun 1999.
Setelah pementasan yang pertama kali di dalam kampus
FTI UII, selang beberapa minggu, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun 1999, group
nasyid FTI UII (nama awal dari Rukun Rencang) mendapat undangan dari Fakultas
Hukum, UII untuk mengisi acara pentas seni dalam rangka merayakan malam
Lailatul Qodar. Mulai dari sinilah group nasyid FTI UII yang saat itu belum
memiliki nama mulai dikenal diluar lingkungan kampus FTI UII.
Dalam jangka waktu kurang lebih dua bulan group nasyid
FTI UII ini mengajak saudara-saudaranya yang gemar bershalawat untuk
bersama-sama mengkumandangkan shalawat.
Pada tanggal 6 Februari 2000 beberapa personel group
nasyid FTI UII yang terdiri dari Mochamad Maruly Syarief (Aroel), Izzad Sofyan
Amrullah, Denny Fitanto, Kholid Haryono (Oon), Nandang Gumelar, Agham Satria
Pristiwadji, ditambah beberapa personel baru yaitu Waskito Sukarno (Itho),
Hendro Handoko, Wiratno (Ciwir), Teuku Reza Pahlevi (Reza), Eva Desi, Ricca
Laila Rosemeilia (Icca), yang menginginkan shalawat lebih membumi dan tidak
terkesan eksklusif. Saat itu pula diproklamirkan berdirinya Group Nasyid
Alternatif Rukun Rencang dengan visi[1] “Kita Bersama Menjadi Umat Muhammad saw”
dan misi[2] “Bersama Kita Membumikan Shalawat”.
Nama “Rukun Rencang” diambil dari
bahasa Jawa yang artinya teman-teman yang selalu rukun.
Nama tersebut diberikan oleh
ibunda dari salah satu pendiri Rukun Rencang – Agham Satria Pristiwadji.
Regenerasi
Selama kurang lebih satu tahun eksis, Rukun Rencang
yang para anggotanya adalah mahasiswa tingkat akhir FTI UII memiliki keinginan
untuk mencoba mencari kader yang nantinya akan menjadi penerus Rukun Rencang
dalam membumikan shalawat.
Sekitar pertengahan bulan Mei tahun 2001, Rukun
Rencang membuka pendaftaran untuk anggota baru. Pada waktu itu pendaftaran
dibuka untuk mahasiswa FTI UII saja, namun tidak menutup kemungkinan apabila
dikemudian hari anggotanya tidak hanya mahasiswa FTI UII saja.
Dalam jangka waktu satu minggu terdapat 40 mahasiswa
yang antusias mendaftarkan diri menjadi anggota Rukun Rencang. Dari situ timbul
keinginan dari beberapa ersonel Rukun Rencang untuk membuat sebuah paguyuban
untuk menampung semua aspirasi dari para anggota.
Tanggal 1 Juli 2001 pukul 15.10 wib di Wisma
Kaliurang, telah dideklarasikan berdirinya Paguyuban Seni Rukun Rencang,
Yogyakarta, dengan jumlah anggota kurang lebih 65 orang. Berawal dari situ lah
maka Paguyuban Seni Rukun Rencang bertekad dan berikhtiar untuk tetap
membumikan shalawat dengan menggunakan musik sebagai medianya.
Paguyuban dan Semangat!
Rukun Rencang merupakan sebuah
komunitas seni yang didirikan untuk membina kerukunan atau ukhuwah antara
sesama anggotanya.
Pemilihan bentuk paguyuban sebagai
wadah untuk mengekspresikan diri dikarenakan sistem birokrasi yang dimiliki
oleh organisasi yang dinilai terlalu bertele-tele dan tidak efektif waktu.
Suatu kreativitas, lebih-lebih
kreativitas seni akan susah dikembangkan apabila terkurung oleh aturan-aturan
yang menghambatnya, dari sisi waktu.
Paguyuban
Dalam arti katanya, Paguyuban bisa diartikan sebagai perkumpulan yang
didirikan orang-orang yang sepaham untuk membina persatuan atau kerukunan di
antara para anggota.
Berbeda dengan organisasi yang memiliki arti kata yaitu :
1)Kesatuan/susunan
yang terdiri atas bagian-bagian (orang) di dalam perkumpulan dan sebagainya untuk
tujuan tertentu.
2)Kelompok kerjasama antara orang yang
diadakan untuk mencapai tujuan bersama.
Maka, bentuk paguyuban inilah
yang sekiranya pas dan cocok dengan kondisi dan keinginan untuk mengekspresikan
diri para pendiri Rukun Rencang dalam bershalawat.
Aturan-aturan yang menghinggapi
kedua bentuk yang berbeda inilah yang ternyata memiliki implikasi yang
signifikan. Misal : organisasi saat itu yang dinilai menghabiskan waktu dalam
mengadakan rapat dan pertemuan, serta melewati proses verifikasi yang berlapis
akan membuat para kreativitas seni ini jenuh dan bosan terlalu lama menunggu
untuk sesegera mungkin ide-idenya bisa terealisasi.
Verifikasi konsep, dana, waktu
dan tempat serta persetujuan dari birokrasi kampus inilah yang membuat pendiri
Rukun Rencang untuk memposisikan diri bahwa Rukun Rencang bukanlah suatu
organisasi dan tidak berada dalam struktur organisasi di kampus.
Rukun Rencang merupakan suatu
aktivitas mahasiswa kampus yang ingin guyub[3]
dan berkreasi seni dalam koridor shalawat.
Secara otomatis dengan dipilihnya
bentuk paguyuban inilah aturan-aturan yang ditetapkan oleh para pendiri
bersifat lebih humanis, bebas, tidak ingin merasa terbatasi oleh birokrasi yang
berbelit-belit.
Semangat
Seperti halnya organisasi yang
memiliki Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Rukun Rencang yang
berbentuk paguyuban juga memiliki hal yang mirip, hanya saja penyebutannya bukan
AD/ART, tetapi diganti dengan nama lain yaitu : Semangat.
Konteks dalam Semangat hampir
menyerupai AD/ART, hanya saja tekstual dan redaksionalnya dibuat agak sedikit tidak kaku, agar serasa
humanis.
Tap-tap dalam Semangat juga
memiliki sifat yang bisa berubah sesuai kondisi yang ada. Ketika perlu
dilakukan perubahan, maka Semangat juga bisa diganti setiap kali pemilihan
ketua paguyuban baru.
Dan tap-tap tersebut (biasa
disebut juga dengan ‘semangat’, bukan ‘pasal’) bersifat tidak membatasi
kreativitas seni para anggota paguyuban.
Bukan tidak konsisten terhadap
apa yang telah dituliskan dalam Semangat, tetapi ada beberapa hal yang bersifat
inti – yang perubahannya perlu forum besar semua anggota paguyuban dan ada yang
bersifat pendukung – yang perubahannya dapat dilakukan oleh pengurus paguyuban
atas pertimbangan (alias ngobrol dan
konsultasi) dengan para pendiri paguyuban.
Kembali ke khitah, inilah sebutan untuk proses mengembalikan budaya-budaya yang telah dimunculkan oleh para pendiri paguyuban Rukun Rencang.
Budaya silaturahim, budaya saling
menghargai, budaya bekerja dengan niat ibadah, budaya berkreativitas dimana
kesemuanya merupakan budaya yang tidak lekang oleh jaman dan masih relevan
ketika dijalankan untuk masa yang panjang.
Budaya-budaya seperti itulah yang
akan mendukung para anggota paguyuban untuk memupuk diri dalam mendapatkan
nilai-nilai manusia yang tidak diajarkan di bangku perkuliahan.
Stimulan-stimulan yang terjadi
dalam tubuh paguyuban membuat anggota menjadi lebih imun[4]
dan mampu bertahan dalam kondisi yang tidak mengenakkan.
Budaya
Para anggota paguyuban yang
terdiri dari berbagai suku dari berbagai penjuru di Indonesia ini menyatukan
dan meleburkan diri di dalam paguyuban. Interaksi di dalamnya bukan merupakan
interaksi yang kaku dan formal. Tetapi lebih interaksi yang melibatkan
emosional dan bersifat persaudaraan dan kekeluargaan.
Bentuk perhatian satu sama lain
antar anggota membuat kondisi dalam paguyuban terasa hangat seperti halnya
sebuah keluarga.
Ketika salah seorang dari anggota
mendapatkan musibah, maka hampir semua anggota paguyuban mengetahui kondisi
tersebut. Dan informasi yang bergulir sangat cepat.
Segala bentuk perhatian, seperti
mendatanginya, atau sekedar mengirimkan pesan singkat sms sebagai bentuk
perhatian, hal ini menjadi budaya yang indah dalam suatu komunitas.
Kehangatan dan perhatian ini
adalah suatu hal yang mudah dan biasa, tetapi menimbulkan efek yang luar biasa
dalam diri pribadi anggota paguyuban. Dan kondisi-kondisi seperti itulah dimana
anggota paguyuban belum pernah mendapatkannya di komunitas lain.
Budaya mengirimkan doa untuk
anggota yang sedang tertimpa musibah merupakan budaya yang jarang ditemui di
komunitas-komunitas lain. Sebuah budaya yang sederhana namun istiqomah inilah
yang melahirkan manusia-manusia yang loyal dan menjadi militan, serta memiliki
rasa kepemilikan yang besar terhadap paguyuban.
Segala bentuk pengorbanan baik
waktu dan finansial bukanlah barang yang aneh. Semua itu masih dalam koridor
saling menyayangi antar anggota paguyuban dan senantiasa dalam koridor
beribadah.
Sebuah paguyuban yang susah
dideskripsikan bentuknya membuat paguyuban ini malah lebih berkembang.
Perkembangan dilihat tidak hanya dilihat dari paguyuban itu sendiri, tetapi
lebih-lebih dilihat dari perkembangan anggota paguyuban.
Metode Berdakwah
Dalam paguyuban para anggota
tidak mempermasalahkan dari mana teman satu paguyuban itu datang dan bagaimana
latar belakangnya.
Bermacam-macam latar belakang
bercampur menjadi satu dalam koridor saling menghargai satu sama lain dan
inilah yang menguatkan eksistensi Rukun Rencang.
Ada aktivis kampus, ada pula
aktivis lembaga dakwah dari ekternal kampus, mahasiswa, asisten dosen, asisten
laboratotium, dosen, karyawan, pemabuk, penjudi, pemadat, germo dan lain
sebagainya melebur menjadi satu berproses menjadi manusia yang lebih baik.
Bisa disebut juga bahwa paguyuban
ini sebagai tempat rehabilitasi bagi orang-orang yang ingin berubah menjadi
manusia yang lebih baik. Berubah dan berpindah dari kehidupan yang kelam,
menjadi kehidupan yang indah dan diridhoi.
Sebuah proses yang secara
tersembunyi diarahkan oleh para pendiri paguyuban untuk kembali ke jalan yang
benar. Metode memberi contoh dan mempelopori yang dicontohkan oleh para pendiri
inilah yang lambat laun membuat anggota paguyuban lainnya menjadi sebuah
kebiasaan yang baik yang akhirnya berubah menjadi manusia yang lebih baik.
Pergerakan nilai-nilai religius
yang dibalut dengan budaya-budaya yang mudah dicerna dan mudah diterima oleh
kalangan yang sebelumnya jauh dari peribadahan, secara tidak sadar terjadi
perubahan dalam diri masing-masing anggota, bahwa inilah jalan yang diridhoi
Allah.
Metode-metode dakwah yang
diterapkan merupakan metode yang dibutuhkan oleh orang-orang yang jauh dari
agama. Hal ini didukung oleh bentuk paguyuban yang tidak kaku dan menurunkan
sifat ke-egoisan antar anggota paguyuban.
Sebuah cara berdakwah secara
bertahap, berproses dan istiqomah. Karena manusia berubah memerlukan sebuah
proses. Bukan sebuah penghakiman atas dirinya yang pernah melakukan kesalahan.
Seumur Hidup
Ada sebuah keistimewaan lain yang
terdapat dalam paguyuban ini, yaitu sifat keanggotaan paguyuban yang ‘seumur
hidup’. Tidak ada istilah alumni atau keluar dari paguyuban seni Rukun Rencang.
Ketika menjadi anggota paguyuban, maka secara otomatis dirinya menjadi anggota
Rukun Rencang. Sampai kapanpun.
Karena anggota paguyuban ini
semakin hari semakin bertambah, maka cara untuk menjaga hubungan silaturahmi
menjadi titik fokus dan pemikiran, karena jarak yang jauh memisahkan ketika
anggota paguyuban tersebar di penjuru daerah.
Dengan adanya sifat keanggotaan
yang seumur hidup inilah para anggota yang pasif beraktivitas di paguyuban
menjadi tidak sungkan lagi untuk kembali mengakrabkan diri ke paguyuban.
Komunikasi masih terjalin antara
para anggota paguyuban baik yang aktif mengurus paguyuban dengan yang telah
pasif, karena jarak yang jauh memisahkan.
Tetapi jarak yang jauh bukan
kendala bagi mereka. Komunikasi melalui email, website, sms, telepon, chatting,
dan bahkan surat menjadi hal yang biasa digunakan untuk mempertahankan
silaturahim yang telah ada.
Kehangatan kekeluargaan. Kasih
sayang. Perhatian. Rasa rindu. Ataupun sekedar mencari informasi terkait
paguyuban, menjadikan paguyuban seni Rukun Rencang sebuah rumah kedua bagi
mereka.
Universal, Egalitarian dan Humanistik
Universal, Egalitarian,
Humanistik merupakan kata kunci yang dipilih untuk menggambarkan situasi dan
bentuk dari paguyuban ini. Ditambah dengan satu kata serapan dari bahasa Jawa,
yaitu “ngguyub” yang berarti sifat yang selalu menjaga kerukunan antar sesama
anggotanya.
Egalitarian
Egalitarian =
bersifat tidak sendiri.
Yang percaya bahwa semua
orang sederajat <arti dalam Kamus Besar Indonesia>
Egaliter merupakan sifat
dasar manusia, dimana manusia tidak bisa berdiri sendiri. Hanya Allah lah Dzat
Maha Berdiri Sendiri. Oleh karena itu suatu hal yang mutlak ketika manusia
memiliki sifat saling ketergantungan satu sama lain.
Dilihat dari segi
fungsionalitasnya, egaliter berhubungan dengan kata ‘guyub’. Lalu terbentuklah kata paguyuban yang menegaskan bahwa
kerukunan antar sesama merupakan titik penting dalam kehidupan bermasyarakat
pada umumnya, dan kehidupan dalam paguyuban pada khususnya.
Untuk mempertahankan
ke-guyub-an ini maka jalinan tali silaturahmi dimunculkan sebagai cara yang
tepat agar tercipta perasaan kekeluargaan yang harmonis.
Universalistik
Universalistik = bersifat umum/luas.
Universal = 1)umum (berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh
dunia); bersifat (melingkupi) seluruh dunia; 2)kategori keilmubahasaan yang berlaku untuk semua
bahasa; keuniversalan sifat (hal, keadaan) universal; sifat umum (berlaku untuk
semua orang atau untuk seluruh dunia) <arti dalam Kamus Besar Indonesia>
Dengan sangat disadari
bahwa terbentuknya paguyuban ini dibangun dengan kerangka-kerangka manusia yang
berbeda suku, berbeda karakter, berbeda hati, berbeda ilmu dan lain sebagainya.
Oleh karena itu sifat universalistik menjadi pilihan kata yang tepat untuk
menggambarkan bahwa dengan ketidak sendirian manusia secara otomatis berkaitan
langsung dengan keumuman.
Saling pengertian, saling
memahami, saling menghargai, saling menghormati karena perbedaan adalah suatu
anugrah yang diciptakan oleh Allah untuk manusia.
Bukan perpecahan dan saling
mempertahankan egoisme yang ditonjolkan. Tetapi adanya perbedaan ini adalah
rahmat Allah.
Visi paguyuban ini pun
bersifat universal / umum. Kanjeng Nabi Muhammad saw
Humanistik
Humanistik = bersifat memanusia.
Bersifat
kemanusiaan; humanisme = 1)aliran yang berusaha menghidukan perikemanusiaan dan
mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik; 2)paham yang menganggap manusia sebagai objek studi terpenting (bukan alam dan
bukan Tuhan); 3)kemanusiaan <arti dalam Kamus Besar Indonesia>
[1] Visi = suatu pikiran yang melampaui realitas sekarang, sesuatu yang kita ciptakan
yang belum pernah ada sebelumnya <Total Quality Management;
Mulyadi, Drs., M.Sc.; 1998>
[2] Misi = jalan pilihan (the chosen track) suatu organisasi untuk
menyediakan produk atau jasa
bagi costumer-nya <Total Quality Management; Mulyadi, Drs., M.Sc.; 1998>
[4] kebal, bebas
Sejarah Rukun Rencang
Reviewed by RR
on
9:36 PM
Rating:
Your slot game developers continue the event course of by testing and removing issues, bugs and glitches. Other important game art like characters, symbols, backgrounds, and so forth., are sketched out. However, these 1xbet korean aren’t the final sketches and can be improved in later stages of slot game improvement. As a outcome, your slot game improvement staff will understand how your game will look.
ReplyDelete